Senin, 17 November 2014

Mata Kuliah Terjemah Arab-Indonesia

MODEL DAN TEKNIK MENERJEMAHKAN
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur Mata Kuliah Terjemah Arab-Indonesia
Dosen Pembimbing:
Dr. Akmaliyah,M.Ag.
H.M.Nurhasan,M.Ag.

2.png
Oleh:

·         Euis Mirnawati (1135020043)
·         Fakhria Zulfah  (1135020045)
·         Heru Efendi      (1135020060)
·         Iim Isailah        (1135020063)
·         Imas Masitoh (1135020065)
·         Ira Siti A M   (1135020068)
·         Khoiri M        (1135020071)



JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2014




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                                                                                       i
DAFTAR ISI                                                                                                       ii
BAB I: PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang .............................................................................................. 1
B.     Rumusan Masalah ......................................................................................... 1
C.     Tujuan ........................................................................................................... 1
BAB II: PEMBAHASAN
A.    Definisi Metode dan Teknik Menerjemahkan ............................................... 1
B.     Langkah-langkah dan Model dalam Proses Penerjemahan ........................... 1
1.      Tuning (Penjajakan) ................................................................................ 2
a.       Model Heurmeunetik ........................................................................ 3
b.      Model Situsional ............................................................................... 3
c.       Model Stilistika ................................................................................. 4
2.      Analysis (Penguraian) ............................................................................. 5
a.       Model kata-demi kata ....................................................................... 5
b.      Model Sintaktik ................................................................................. 5
c.       Model Transformasional .................................................................... 6
3.      Understanding (Pemahaman) .................................................................. 6
a.       Model Interlingua ............................................................................. 7
b.      Model Semantik ................................................................................ 7
c.       Model Teori Informasi ...................................................................... 8
4.      Terminology (Peristilahan)                                                                        8
a.       Model Teori Nomenklatif ................................................................ 8
5.      Restructuring (Perakitan) ....................................................................... 9
a.       Model Modulasi ............................................................................... 9
b.      Model Generatif ............................................................................... 10
c.       Model Integral ................................................................................. 10
6.      Checking (Pengecekan)                                                                            10
a.       Model Normatif dan Model Pengecekan Tiga ................................. 11
7.      Discussion (Pembicaraan) ...................................................................... 11
BAB III: PENUTUP ......................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 14


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Menerjemahkan merupakan upaya memindahkan pesan dari bahasa sumber kedalam bahasa sasaran, atau memindahkan pesan penulis yang ada dalam bahasa sumber kedalam bahasa yang dipakai penerjemah. Maka dari itu, seorang penerjemah harus _ias mencerna tulisan yang dipakai penulis dalam bahasa sumber, memahami dan akhirnya mengungkapkan seakan-akan penerjemah menguasai penulis dengan benar, kemudian memilih kata demi kata dalam bahasa sasaran.
Namun dalam proses penerjemahan kita sering menemukan berbagai kesulitan. Terkadang dalam menerjemahkan satu baris saja kita membutuhkan waktu yang lama. Dengan adanya masalah seperti itu, penyusun bermaksud untuk membuat sebuah makalah berjudul “Model dan Teknik Menerjemahkan”.
 Makalah ini berusaha untuk mendeskripsikan tentang langkah-langkah dan model dalam proses penerjemahan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana cara mempermudah dalam menerjemahkan suatu bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui berbagai cara yang dapat mempermudah penerjemah dalam menerjemahkan suatu bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Metode dan Teknik Menerjemahkan
Metode adalah cara mengerjakan sesuatu, dan teknik adalah pola yang mesti dilakukan dalam mengerjakan sesuatu itu. Dalam pembahasan ini, antara metode dan teknik tidak ditampakkan secara implisit, baik perbedaannya maupun persamaannya. Dalam pandangan ilmu terjemah, baik metode maupun teknik merupakan dua hal yang sama-sama menghantarkan tindakan penerjemahan mencapai sasaran, yakni menyampaikan pesan dan informasi dari pengarang asli kepada khalayak penerima melalui bahasa mereka (bahasa sasaran).

B.     Langkah-langkah dan Model dalam Proses Penerjemahan
Dr.Ronald H.Bathgate, dalam bukunya berjudul A Survey of Translation Theory, mengungkapkan tentang tujuh langkah menerjemahkan, yaitu:
1.      Tuning (Penjajakan)
Tuning atau penjajakan merupakan langkah untuk menjajaki atau menyelaraskan bahan yang akan kita terjemahkan dengan bahasa sasaran. Penyelarasan ini maksudnya adalah dalam konteks makna dan gaya bahasanya. Dalam tahap ini, diharapkan agar penerjemah sudah mendapatkan gambaran pilihan kata atau susunan frase dan kalimat yang selaras dengan bahasa naskah aslinya. Setelah mendapatkan gambaran tersebut, seorang penerjemah kemudian melanjutkan pada tahap berikutnya, yaitu penguraian (analysis).
Model penerjemahan yang termasuk kedalam langkah penjajakan, yaitu:
a.       Model Heurmeunetik
Kata hermeneutika berasal dari kata kerja dalam bahasa Yunani hermeneuin dan kata benda hermeneia. Kata ini kerap diterjemahkan dengan mengungkapkan (to say), menjelaskan (to explain) dan menerjemahkan (to translate). Dalam bahasa Inggris, terjemahan yang mewakili adalah to interpret (menginterpretasikan, menafsirkan, dan menerjemahkan).[1]
Hermeneutik adalah teori atau ilmu penafsiran lambang atau nas, misalnya lambang atau naskah yang terdapat dalam Kitab Suci. Menurut model ini hal yang dilakukan oleh seorang penerjemah dalam proses penerjemahan adalah:
1)      Percaya bahwa amanat dari naskah asli layak untuk disampaikan.
2)      Mendalami atau meresapi maknanya.
3)      Menyajikan dalam bahasa penerima yang berkepentingan.
4)      Menyelaraskan pernyataan amanat dalam bahasa penerima itu dengan daya tangkap penerima atau dengan situasi penyampaian amanat itu.
Model ini mengedepankan pandangan penerjemah bahwa penerjemahan naskah asli tersebut memang layak untuk dilakukan, sehingga penerjemah akan membaca naskah tersebut dengan penuh perhatian dan akan menerjemahkan dengan setia kepada makna dan gaya bahasa aslinya.
b.      Model Situsional
Situasi sangat menentukan untuk memahami makna suatu ujaran. Ujaran “hebat benar khotbahnya!” dapat merupakan pujian atau makian, tergantung dari situasinya. Memaknai sesuatu ujaran dalam bahasa asli harus disesuaikan dengan situasi dimana, kapan dan keadaan lainnya saat ujaran itu diungkapkan. Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam memaknai secara selaras ujaran tersebut, menurut model ini, adalah:
1)        Orang mungkin ingin menunjukkan adanya sesuatu, tidak lebih.
2)        Orang sekedar melukiskan sesuatu itu.
3)        Orang melukiskan secara hidup agar berkesan pada pembaca.
4)        Atau ingin mempengaruhi atau mendorong pembaca untuk berbuat.
5)        Atau menata bagaimana menghadapi sesuatu untuk menguasainya.
6)        Atau bertujuan untuk mencapai maksud-maksud tertentu.
7)        Atau sekedar melampiaskan perasaan sehingga orang merasa tidak harus berbuat apa-apa mengenai hal tersebut.

c.       Model Stilistika
Untuk dapat dengan tepat menangkap makna ujaran itu, diperlukan juga mengungkap gaya bahasanya (style-nya). Barangkali akan menyesuaikan dengan bentuk gaya bahasa berdasarkan struktur keseluruhan bahasa sumbernya, atau hanya ingin mengikuti isinya, berbagai kemungkinan bisa diterapkan, dan gaya bahasa terjemahan menjadi berbeda-beda.
Bagaimanapun, penerjemah harus berusaha merumuskan kalimat-kalimat dalam bahasa sasaran yang memiliki kesamaan bentuk dengan bahasa aslinya. Paling tidak harus mendekati teks bahasa aslinya. Meskipun tidak secara total dan radikal penyelarasan bentuk itu dilakukan, sebab jika tidak sesuai dengan sifat-sifat atau karakter bahasa sasaran juga akan merusak pesan yang dimaksudkannya.
Sebenarnya stilistika dalam penerjemahannya diartikan sebagai seni menerjemahkan, dan itu sepenuhnya bergantung kepada pengarang. Ada yang menekankan pada kesamaan bentuk bahasa, ada pula yang memfokuskannya pada penyampaian isi dan pesan, mungkin juga ada yang lebih mengedapankan kata perkata  dan sebagainya.

2.      Analysis (Penguraian)
Dalam tahap ini, seorang penerjemah harus menguraikan tiap-tiap kalimat dalam bahasa sumbernya ke dalam satuan-satuan berupa kata-kata atau frase-frase. Kemudian menentukan hubungan sintaksis antara berbagai unsur kalimat tersebut. Penerjemah, dalam tahap ini, juga harus dapat melihat hubungan antara unsur-unsur dalam bagian teks agar dapat menentukan konsistensi dalam terjemahannya. Konsistensi dalam pemahaman dan peristilahan akan memudahkan terjemahan untuk dapat dipahami. Dalam tahap ini, model-model penerjemahan yang akan digunakan, adalah:
a.       Model kata-demi kata
Model penerjemahan kata demi kata oleh Larson dan Smalley juga disebut glossing atau interlinear translation.  Di sini penerjemah mencari  ekuivalen kata satu lawan satu. Model ini tidak dipakai sebagai hasil terjemahan sepenuhnya. Bagi Baghate sendiri, model kata demi kata atau terjemahan lurus (literal translation). Merupakan uji pertama terjemahan. Bagi hasilnya memadai, dari segi makna dan situasi, maka terjemahan itu dianggap sempurna, selesai. Model kata demi kata juga sebagai rambu-rambu bagi penerjemah agar memperhatikkan makna kata dan memilih kata yang setepatnya.

b.      Model Sintaktik
Model ini berfokus pada penguraian dengan pemahaman terhadap struktur atau jenis-jenis kalimat, dari satuan terkecil hingga lebih besar. Hubungan gagasan antara satuan dan jabatan-jabatan satuan itu, dapat disebut juga dengan deskripsi struktural. Beberapa kalimat panjang dan memiliki struktur yang rumit sebaiknya diuraikan terlebih dahulu dengan cara menemukan unsur-unsur pembentuk kalimatnya untuk dapat lebih memahami maknanya dan mempermudah penyesuaian bahasa dengan terjemahannya dalam bahasa sasaran. Sesudah struktur kalimat itu diuraikan, barulah dicari padanannya dalam bahasa sasaran. Apabila itu tidak dilakukan, maka ada kemungkinan terjemahan akan macet atau hasilnya tidak baik.

c.       Model Transformasional
Dalam model ini, penerjemah ditekankan untuk memiliki kemampuan untuk mengubah struktur kalimat rumit ke dalam bentuk yang lebih mudah dipahami. Tidak jarang, penerjemah harus menyusun sebuah kalimat panjang dalam bahasa sasaran untuk mempermudah pemahaman hasil terjemahan tanpa mengurangi makna yang tersirat dalam naskah aslinya. Atau, terkadang pula, penerjemah harus memecah-mecah kalimat yang rumit dalam bahasa sumber menjadi kernel sentences (kalimat-kalimat inti), menjadi kalimat-kalimat tunggal sederhana dimana hanya terdapat satu subjek, satu predikat dan satu objek (bila perlu). Kemudian, kernel sentences tersebut ditransfer ke dalam bahasa sasaran dengan sesedikit mungkin pemincangan arti dan konotasi.

3.      Understanding (Pemahaman)
Dalam tahap ini seorang penerjemah diharapkan agar:
·         Memahami isi bahan yang akan diterjemahkan.
·         Menangkap gagasan-gagasan utama dalam tiap paragraf dan ide-ide pendukung dan pengembangnya; ia harus menangkap hubungan gagasan satu sama lain dalam tiap paragraf dan antar paragraf.
·         Penerjemah yang ideal adalah penerjemah yang sebidang ilmu dengan pengarang karangan yang akan diterjemahkan, atau sekurang-kurangnya harus mempunyai pengetahuan umum yang memadai.
Model-model penerjemahan dalam tahap ini, adalah:
a.       Model Interlingua
Model ini meminta adanya suatu bahasa lain di luar bahasa sumber dan bahasa sasaran untuk menjadi pendukung kedekatan suatu arti atau makna antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Adakalanya beberapa kata dalam bahasa sumber, dalam bahasa sasarannya tidak mempunyai istilah kata yang tepat dan memiliki kedekatan makna. Oleh karena itu penerjemah menerapkan model ini untuk menemukan kata yang memiliki makna yang lebih dekat atau sesuai dengan yang dimaksudkan di dalam bahasa sumber.

b.      Model Semantik.
Model ini menekankan pada pemilihan penggunaan kata yang sesuai dengan apa yang dilambangkannya karena satu kata dalam bahasa apapun, pada umumnya tidak hanya melambangkan satu hal tertentu saja. Dalam hal ini, penerjemah harus memahami kata-kata dalam bahasa sumber sesuai dengan apa yang dilambangkannya, lalu mengungkapkan dengan gagasan yang sama pula dalam bahasa sasaran. Kesalahan dalam pengacuan terhadap lambang, situasi, benda atau proses yang dimaksudkan dalam bahasa sumber, dapat mengakibatan pelencengan makna.
c.       Model Teori Informasi
Teori informasi itu aslinya bersangkut paut dengan telekomunikasi dan dikembangkan oleh Weaver dan Shannon. Dalam teori informasi ini dikemukakan perlu dan pentingnya redundancy ‘’informasi berlebih”. Maksudnya, agar pesan dapat dipahami, dengan ungkapan bahasa, informasi yang sekedarnya mungkin kurang memuaskan, maka perlu ada tambahan keterangan.
Dalam model ini dikemukakan pentingnya redundancy atau informasi berlebih agar suatu pesan dapat dipahami dengan lebih jelas dan disampaikan dengan gaya bahasa yang sesuai dengan tingkat pemahaman penerima dalam bahasa sasaran.

4.      Terminology (Peristilahan)
     Dalam tahap ini, penerjemah memikirkan pengungkapan terjemahan ke dalam bahasa sasaran. Terutama berfokus pada menemukan istilah-istilah, ungkapan-ungkapan yang tepat, cermat dan selaras dalam bahasa sasaran. Kata yang penerjemah gunakan jangan sampai menyesatkan, menertawakan atau menyinggung perasaan pengguna bahasa sasaran. Penerjemahan dalam tahap ini dilakukan dengan model penerjemahan nomenklatif.
a.       Model Teori Nomenklatif
           Model penerjemahan nomenklatif ini menekankan agar seorang penerjemah menggunakan istilah-istilah teknis yang sesuai dengan istilah-istilah yang digunakan dalam cabang ilmu tertentu. Misalnya dalam bidang psikologi, seorang penerjemah harus menerjemahkan istilah-istilah tertentu dengan padanan istilah tersebut dalam bahasa sasaran. Penerjemah dapat menggunakan acuan lain seperti kamus istilah, jika belum mengetahui istilah yang tepat dalam bahasa sasaran.
            Jika penerjemah menemukan istilah yang tidak teknis, maka ia dapat menerjemahkannya secara harfiah saja. Jika bertemu dengan istilah teknis, penerjemah harus mencari padanannya dalam bahasa sasaran dari kamus istilah. Jika tidak menemukan istilah teknis itu dimanapun, penerjemah dapat bertanya kepada seorang ahli. Jika istilahnya belum ada, atau belum ada yang baku, penerjemah dapat membentuk istilah sendiri.
          
5.      Restructuring (Perakitan)
     Dalam tahap ini, penerjemah menyusun kembali semua yang sudah dirancangkan, disesuaikan, dan diselaraskan dengan bahasa sasaran. Penerjemah diharapkan untuk mengikuti gaya bahasa pengarang. Jika pengarang dalam karangan aslinya menggunakan gaya realis, maka penerjemah harus mengunakan gaya realis dalam terjemahannya. Kesesuaian gaya ini sangat berpengaruh terhadap mutu terjemahannya. Dalam tahap ini, model-model penerjemahan yang digunakan antara lain:
a.       Model Modulasi
           Model modulasi adalah penggunaan ungkapan-ungkapan yang berbeda dalam bahasa sasaran, namun memiliki pengertian yang sama dengan ungkapan-ungkapan dalam bahasa sumber. Model ini timbul dari kebutuhan untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang berbeda-beda dalam bahasa yang berbeda-beda. Misalnya, dalam bahasa Inggris “It is raining cats and dogs” memiliki terjemahan yang tepat dalam bahasa indonesia sebagai “Hujan seperti dicurahkan dari langit.” Penerjemah perlu melengkapi diri dengan kamus idiom atau kamus ungkapan, misalnya American Idioms Dictionary, yang disusun oleh Oemar Ali, atau kamus idiom lainnya.[2]

b.      Model Generatif
Model generatif dalam penerjemahan adalah penggunaan pola yang berbeda dalam struktur kalimat namun dengan kesamaan makna. Model ini diperlukan karena banyaknya pola kalimat yang tidak sama antara satu bahasa dengan bahasa lainnya. Misalnya, kalimat “Those French cigarettes make a terrible smell”. Bila kita memutuskan smell (bau) menjadi subjek kalimat, maka akan dihasilkan terjemahan: “Bau rokok Prancis itu amat tidak enak.” Namun, jika kita memutuskan untuk memulai terjemahan dengan French cigarettes (rokok Prancis) maka terjemahan yang dihasilkan: “Rokok Prancis itu amat tidak enak baunya” atau “Rokok Prancis itu mengeluarkan bau yang sangat tidak enak.” Dalam penerjemahan dengan model generatif ini, penerjemah diharuskan untuk memiliki kemampuan untuk menyusun kalimat bermakna sama dalam berbagai bentuk.[3]

c.       Model Integral
Model ini muncul karena kebutuhan penerjemahan yang menyeluruh dan menjamin terjaganya konsistensi dan keindahan dalam bahasa terjemah. Dan model ini diperlukan bila hendak menerjemahkan teks seperti sajak-sajak atau puisi.

6.      Checking (Pengecekan)
Dalam tahap ini, penerjemah memeriksa kembali hasil terjemahan pertama dalam draft pertama. Penerjemah menandai kesalahan-kesalahan pada bagian-bagian terjemahan. Kesalahan dalam penulisan kata, pemakaian tanda baca, dan susunan-susunan kalimatnya untuk menghasilkan kalimat yang efektif. Dalam mengecek terjemahan ada dua model penerjemahan yang dianjurkan, yaitu model normatif dan model pengecekan tiga-tahap.
a.       Model Normatif dan Model Pengecekan Tiga
Dua model ini untuk mengecek hasil terjemah, dari segi ketepatan linguistik dan faktanya dan pengecekan sesuai dengan tujuannya untuk menilai baik tidaknya terjemahan, di lakukan sesuai dengan petunjuk-petunjuk penerjemahan (normatif).pengecekan tiga tahap dilakukan dengan pertama menilai apakah lurus menyampaikan makna yang di maksud. Jika belum, maka di perlukan penciptaan bentuk lain meskipun menyimpang dari bentuk aslinya tapi mendukung makna yang di maksudkan. kemudian bentuk baru tersebut di cek kembali, apakah sudah sesuai dengan situasinya. 
  
7.      Discussion (Pembicaraan)
Dalam tahap akhir dari penerjemahan naskah ini, penerjemah mendiskusikan dengan orang lain mengenai hasil terjemahan. Baik menyangkut isi maupun menyangkut bahasa terjemahannya. Dalam hal ini, disarankan untuk tidak melibatkan terlalu banyak orang. Cukup beberapa orang yang berkompeten saja, untuk menghindari perusakan dengan terlalu banyak masukan yang membuat bingung. Tahap ini sebaiknya dilakukan dengan model interaktif. Dalam perbincangan interaktif, penerjemah dan pihak lain yang disebut sebagai penasehat yang ahli di bidang yang bersangkutan, saling bertukar informasi demi memperkecil kemungkinan adanya penyelewengan arti dalam hasil terjemahannya.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
·         Untuk mempermudah dalam menerjemahkan, sebaiknya penerjemah mengikuti langkah-langkah dan metode-metode (model) dalam menerjemahkan, diantaranya:
1.      Penjajakan
a.       Model hermeunetik
b.      Model situasional
c.       Model stilistika
2.      Penguraian
a.       Model kata demi kata
b.      Model sintaktik
c.       Model transformasional
3.      Pemahaman
a.       Model intelingua
b.      Model semantik
c.       Model teori informasi
4.      Peristilahan
a.       Model nomenklatif
5.      Perakitan
a.       Model modulasi
b.      Model generatif
c.       Model integral
6.      Pengecekan
a.       Model normatif dan model pengecekan tiga tahap: terjemah kata, terjemah makna, terjemah situasi
7.      Pembicaraan atau diskusi
a.       Model interaktif
















DAFTAR PUSTAKA

Akmaliyah. 2012. Wawasan dan Teknik Terampil Menerjemahkan. Bandung: Pustaka Al-Kassyaf.
Musnur Hery dan Damanhuri M. 2003. Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sy, Wahid. 2014. Petunjuk Praktis Menerjemahkan Bahasa Arab. Bandung: Pustaka Rahmat.
Widyamartay, A. 2003. Seni Menuangkan Gagasan. Yogyakarta: Kanisius.



[1]Musnur Hery, Damanhuri M, “Hermeneutika Teori Baru Mengenai Intrepetasi”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 14.
[2] Widyamartay, “Seni Menuangkan Gagasan”, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hlm. 31.
[3] Ibid., hlm. 32.